Sabtu, 08 November 2014

pengertian mendasar dalam bahasa hukum

lanjutan......

Beberapa Pengertian Mendasar Dalam Bahasa Hukum

1. Semantik Hukum

Semantik Hukum adalah ilmu pengatahuan yang menyelidiki makna atau arti kata-kata hukum, perhubungan dan perubahan-perubahan arti kata-kata itu dari zaman ke zaman menurut waktu tempat dan keadaan. Misalnya istilah hukum perdata yang sekarang kita pakai sebagai terjemahan dari istilah hukum Belanda privaatrecht berasal dari kata Arab (Islam) yaitu hukum (hukum) dan istilah Jawa (Hindu) yaitu pradata.

Jika kita sekrang mengartikan perkara perdata adalah perkara yang mengatur hubungan hukum antar orang dengan orang lain, baik orang dalam arti hukum manusia maupun dalam arti badan (hukum), maka lain halnya dizaman kerajaan Mataram, yang pada zaman itu disebut perkara pradata pada umumnya perkara yang membahayakan mahkota, yang sifatnya mengganggu keamanan dan ketertiban negara. Perkara demikian menjadi urusan peradilan raja, yang sekarang merupakan hukum publik , sedangkan hukum privat ketika itu adalah perkara padu dan tidak menjadi urusan raja melainkan urusan rakyat di daerah-daerah dengan peradilan adatnya.

Selama ini susunan perundang-undangan atau peraturan-peraturan yang dibuat pada umumnya terdiri dari pertimbangan (konsideran), pasal-pasal aturannya, dan penjelesannya. Dengan sistem demikian, pembentuk undang-undang berusaha menguraikan alasan-alasan, maksud dan tujuan peraturan itu, hal yang diatur dan dibagi kedalam berbagai bab dan pasal serta ayat-ayatnya, kemudian dikemukakan penjelasan dari setiap pasal yang memerlukan penjelasan.

2. Kaidah Hukum

Kaidah Hukum mengandung kata-kata perintah dan larangan, apa yang mesti dilakukan dan apa yang mesti tidak dilakukan, tidak sedikit yang mengandung paksaan. Kaidah hukum tidak hanya berbentuk kaidah perundangan yang berwujud bahasa tulisan, tetapi juga berwujud bahasa lisan, bahasa yang tidak tertulis dalam bentuk perundangan , seperti terdapat dalam hukum adat dan hukum kebiasaan.

Adakalanya apa yang tersirat dalam didalam hukum adat itu tersirat dalam perundangan. Misalnya di dalam bagian umum IV penjelasan UUD 1945, yang memakai istilah semangat. Istilah ini adalah istilah hukum adat yang menujukkan kepribadian bangsa Indonesia yang semangatnya lebih menujukkan asa kekeluargaan daripada asas perorangan yang lebih mengutamakan kepentingan sendiri.

3. Konstruksi Hukum

Konstruksi Hukum (rechtsconstructie) yang merupakan alat-alat yang dipakai untuk menyusun bahan hukum yang dilakukan secara sistematis dalam bentuk bahasa dan istilah yang baik. Menyusun yang dimaksud adalah menyatukan apa yang termasuk dalam satu bidang yang sama, satu pengertian yang sama.

Istilah pencurian misalnya adalah suatu konstruksi hukum, yaitu suatu pengertian tentang semua perbuatan mengambil barang dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum (Pasal 362 KUHP). Jadi apakah perbuatan itu disebut maling, nyolong, nyopet, apakah ia mengambil benda tidak berwujud (listrik) atau berwujud, kesemuanya apabila dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, maka perbuatan itu disebut pencurian.

4. Fiksi Hukum

Fiksi Hukum adalah sesuatu yang khayal yang digunakan dalam ilmu hukum dalam bentuk kata-kata, istilah-istilah yang berdiri sendiri atau dalam bentuk kalimat yang bermaksud untuk memberikan suatu pengertian hukum. Bentuk fiksi hukum banyak dipakai dalam hukum adat melalui peribahasa sedangkan dalam hukum perundangan memakai bentuk kalimat pasal demi pasal.

Di dalam hukum adat Banetn misalnya dikatakan banteng anut ing sapi sapi jantan mengikuti sapi betina, kiasan hukumnya dikarenakan suami ikut menatap di tempat isteri, maka kedudukan suami lebih banyak dipengaruhi oleh hukum dipihak isteri, sehingga dalam hukum kewarisan rumah diwariskan kepada anak wanita.

Didalam hukum perudangangan misalnya dipakai istilah badan hukum (rechtperson) yang dikiaskan sebagai orang bukan manusia, maksudnya suatu badan pendukung hak dan kewajiban yang bukan manusia yang merupakan subjek hukum, misalnya koperasi, yayasan, PT, dll. Sehingga didalam ilmu hukum terdapat pengertian orang (person) yang asli yaitu manusia pribadi dan manusia semu yaitu badan hukum. Begitupula dengan istilah barang tetap seperti bidang tanah dan barang tidak tetap seperti perhiasan.

5. Pembentukan Hukum

Pada masyarakat di masa lampau yang belum pesat kemajuan hidupnya, seperti pada masyarakat adat yang tradisional di masa sebelum kemerdekaan, pembentukan hukum lebih banyak mengandung hal-hal yang bersifat seni , menggunakan kata-kata yang indah dalam bentuk puisi atau prosa, lukisan atau lambang , pepatah atau peribahasa. Pada masyarakat modern cara-cara lama itu sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan masyarakatnya.

Bukan saja karena kebutuhan masyarakat modern sudah semakin luas, tetapi juga manusia sekarang nampaknya sduah banyak yang tidak bisa lagi diberikan pengertian dengan kata sindiran atau kata kiasan yang abstrak.

Masyarakat yang berkripadian Indonesia seperti halnya pada masyarakat hukum adat masih mengenal, menghormati dan menggunakan bahasa hukum adat dan seni hukum adatnya. Di kalangan orang-orang tua, para pemuka masyarakat adat dan musyawarah kerabat, pepatah dan peribahasa hukum masih sering digunakan.

Misalnya peribahasa melayu ; Berstaunya air itu karena ada penyalur, bersatunya kata karena sepakat. Kiasan hukumnya : Di dalam musyawarah biasa terjadi perbedaaan pendapat, namun dengan adanya pipminan rapat yang bijaksana dan rasa kebersamaan antara peserta, saling pengertian menimbulkan kesepakatan.

Didalam peribahasa Bugis dikatakan : Tidak ada orang yang akan menghujani garamnya. Artinya tidak ada orang yang akan menceritakan keberukannya. Kisaran hukumnya : di dalam pemeriksaan perkara di muka pengadilan tidak semua orang akan mengemukakan kesalahannya.

Kemudian dalam bentuk bahasa lambang, misalnya dalam istila Lampung dikenal Mebali yang artinya memberi tanda dengan ranting kayu ytang diikat dengan rotan, dengan belahan bambu atau sabuk enau dan sebagainya, pada batang pohon tertentu di hutan. Maksudnya menujukkan bahwa bidang tanah hutan di sekitar pohon itu telah dikuasai seseorang yang akan membukanya menjadi tanah peladangan.

Peraturan-peraturan hukum modern yang dibentuk oleh pembentuk undang-undang atau keputusan-keputusan hakim yang dibentuk dibuat oleh para hakim di muka pengadilan atau juga dalam lembaga-lembaga resmi atau swasta dapat dilihat dari segi politik dan teknik hukumnya.

Politik hukum yang dimaksud adalah kehendak yang tertera dalam kalimat-kalimat yang menetapkan tujuan dan isi peraturan itu. Sedangkan teknik hukum yang dimaksud adalah cara perumusan kaidah hukum dengan menempatkan kata-kata dan kalimat-kalimat yang dibuat secara sederhana sedemikian rupa sehingga maksud dari pembentukan hukum itu jelas dapat diketahui didalamnya.

5. Penafsiran Hukum

Penafsiran bertujuan untuk mencari dan menemukan kehendak pembentuk undang-undang yang telah dinyatakan oleh pembuat undang-undang itu secara kurang jelas.

a. Penafsiran Autentik

Jenis ini adalah penafsiran yang pasti terhadap arti kata-kata itu sebagaimana yang diberikan oleh pembentuk UU, atau penafsiran ini sudah ada dalam penjelasan pasal demi pasal,  misalnya Pasal 98 KUHP : arti waktu ”malam” berarti waktu antara matahari terbenam dan matahari terbit; Pasal 101 KUHP: “ternak” berarti hewan yang berkuku satu, hewan memamah biak dan babi (periksa KUHP Buku I Titel IX). Dikatakan penafsiran otentik karena tertulis secara resmi dalam undang-undang artinya berasal dari pembentuk UU itu sendiri, bukan dari sudut pelaksana hukum yakni hakim. Dalam penafsiran bermakna hakim kebebasannya dibatasi. Hakim tidak boleh memberikan arti diluar dari pengertian autentik. Sedangkan diluar KUHP penafsiran resmi dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan umum dan penejelasan pasal demi pasal.

b. Penafsiran Tata Bahasa

Hakim harus memperhatikan arti yang lazim suatu perkataan di dalam penggunaan bahasa sehari-hari yang digunakan masyarakat yang bersangkutan, atau hubungan antara suatu perkataan dengan perkataan lainnya. Bekerjanya penafsiran ini ialah dalam hal untuk mencari pengertian yang sebenarnya dari suatu rumusan norma/unsurnya.

Sebagai contoh dapat dikemukakan hal yang berikut : Suatu peraturan perundangan melarang orang memarkir kendaraannya pada suatu tempat tertentu. Peraturan tersebut tidak menjelaskan apakah yang dimaksudkan dengan istilah “kendaraan” itu. Orang lalu bertanya-tanya, apakah yang dimaksudkan dengan perkataan “kendaraan” itu, Apakah hanya kendaraan bermotor saja ataukah termasuk juga sepeda.

Contoh lain kata “dipercayakan” sebagaimana dirumuskan dalam dalam pasal 432 KUHP secara gramatikal diartikan dengan “diserahkan”, kata “meninggalkan” dalam pasal 305 KUHP diartikan secara gramatikal dengan “menelantarkan”.

c. Penafsiran Historis

Sejarah hukumnya, yang diselidiki maksudnya berdasarkan sejarah terjadinya hukum tersebut. Sejarah terjadinya hukum dapat diselidiki dari memori penjelasan, laporan-laporan perdebatan dalam DPR dan surat menyurat antara Menteri dengan Komisi DPR yang bersangkutan, misalnya rancangan UU, memori tanggapan pemerintah, notulen rapa/sidang, pandangan-pandangan umum, dll.

Sejarah undang-undangnya, yang diselidiki maksud pembentuk UU pada waktu membuat UU itu, misalnya denda f 25.-, sekarang ditafsirkan dengan uang Republik Indonesia sebab harga barang lebih mendekati pada waktu KUHP.

d. Penafsiran Sosiologi


Penafsiran oleh hakim dengan memperhatikan keperluan yang ada di dalam masyarakat, dengan catatan bahwa hakim harus menjaga jangan sampai mereka mengambil alih tugas dan kewenangan badan legislatif.

page 3............terima kasih

0 komentar: