SYARAT SEORANG SAKSI
SISTEM ATAU TEORI PEMBUKTIAN
1. Sistem /teori pembuktian formal (formele bewijstheorie) :
pembuktiannya hanya berdasarkan pada undang-undang, jika telah terbukti suatu
perbuatan sesuai dengan alat-alat buktti yang di sebut undang-undang keyakinan hakim tidak di perlukan sama sekali
dan dahullu sempat di anut di eropa.
2. Sistem /teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim(conviction
intime) : teori pembuktian ini di dasarkan pada keyakinan hati nurani hakim itu
sendiri. Sistem ini di anut oleh pengadilan juri di prancis. Menurut Wirdjono
Prodjodikoro, sistem ini pernah dianut di Indonesia, yaitu pada Pengadilan
Distrik dan Pengadilan Kabupaten. Dalam sistem ini memungkinkan hakim menyebut apa saja yang menjadi dasar keyakinannya, misalnya keterangan medium atau
dukun.
3. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Atas
Alasan yang Logis (Laconviction Raisonnee) : sebagai jalan tengah munculah
Teori yang disebut pembuktian yang berdasr keyakinan hakim sampai batas
tertentu. Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah
berdasarkan keyakinannya, dan keyakinan tersebut didasarkan kepada dasar-dasar
pembuktian disertai dengan suatu
kesimpulan (conclusive) yang berlandaskan kepada peraturan –peraturan
pembuktian tertentu. Jadi putusan hakim dijatuhkan dengan motivasi. Teori
pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut
alasan-alasan keyakinannya. (vrijebewijstheorie).
Sistem atau
Teori Pembuktian ini terpecah menjadi 2 (dua) jurusan Yaitu :
1.
Pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas
alasan yang logis (conviction raisonee).
2. Teori Pembuktian berdasarkan UU secara negatif
(negatief wettelijk bewijstheorie).dalam
sistem atau teori pembuktian ini, pemidanaan didasarkan kepada pembuktian yang
berganda (dubble en gronslag) yaitu:
1). Berdasarkan alat bukti yang sah sekurang-kurangnya
2 alat bukti;
2) adanmya keyakinan hakim; yang mana kedua harus
terpenuhi. Lihat Pasal 183 KUHAP. Dan Pasal 294 ayat (1) HIR.
Wirdjono Prodjodikoro berpendapat bahwa : sistem pembuktian
ini sebaiknya dipertahankan berdasarkan dua alasan :
a. Memang sudah
selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa untuk dapat
menjatuhkan suatu hukuman pidana, janganlah hakim terpaksa memidana orang
sedangkan hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa.
b. Berfaedah
jika ada aturan yang mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya, agar ada
patokan-patokan tertentu yang harus dituruti oleh hakim dalam melakukan
peradilan.
c. Persamaan keduanya adalah sama berdasarkan
keyakinan hakim, artinya terdakwa tidak mungkin
dipidana tanpa adanya keyakinan hakim bahwa ia bersalah, sedangkan
perbedaanya :
d. Bahwa yang tersebut
pertama berpangkal tolak pada keyakinan hakim. Tetapi keyakinan itu harus
didasarkan kepada suatu kesimpulan (conclusive) yang logis, yang tidak didasarkan
kepada UU, tetapi ketentuan-ketentuan menurut ilmu pengetahuan hakim sendiri.
e. Sedangkan yang
kedua perbedaannya adalah, berpangkal tolak pada aturan-aturan pembuktian yang
ditetapkan secara limitatif oleh UU, tetapi hal itu harus diikuti dengan keyakinan
hakim.
ALAT-ALAT BUKTI DAN
KEKUATAN PEMBUKTIAN :
MENURUT PASAL 184
KUHAP, ALAT-ALAT BUKTI IALAH :
1.
Keterangan Saksi;
2.
Keterangan Ahli;
3.
Surat;
4.
Petunjuk;
5.
Keterangan Terdakwa.
Jika dibandingkan
dengan HIR, maka dalam KUHAP ada penambahan alat bukti baru, yaitu keterangan
ahli. Dan juga perubahan alat bukti yaitu “pengakuan terdakwa” yang dengan
sendirinya maknanya menjadi lain.
A. Keterangan Saksi :
SYARAT-SYARAT SEORANG SAKSI
Pada dasarnya semua orang dapat menjadi saksi. Kekecualiaan
menjadi saksi berdasarkan Pasal 186 KUHAP sbb:
1. Keluarga
sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat
ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;
2. Saudara
dari terdakwa atau bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara
bapak, juga mereka yg mempunyai hubungan
karena perkawinan, dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;
3. Suami
atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai
terdakwa.
Dalam Pasal 171 KUHAP ditambahkan kekecualian untuk
memberikesaksian di bawah sumpah ialah
1.
Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun
dan belum pernah kawin;
2.
Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun
ingatannya baik kembali. (keterangannya hanya dapat diambil sebagai petunjuk
saja)
0 komentar:
Posting Komentar