selamat membaca artikel tentang SISTEM PERADILAN PIDANA dari berbagai pendapat para ahli hukum,semoga dapat bermanfaat bagi anda......
PENGERTIAN
SISTEM PERADILAN PIDANA
Perlu terlebih dahulu dijelaskan mengenai makna
“sistem” dalam SPP tersebut. Makna sistem, menurut Satjipto Rahardjo, adalah
sebagai jenis satuan, yang mempunyai tatanan tertentu. Tatanan tertentu ini
menunjukan kepada suatu struktur yang tersusun dari bagian-bagian. Beliau juga
memaknai sistem sebagai suatu rencana, metode atau prosedur untuk mengerjakan
sesuatu.
Pengertian sistem menurut Anatol Rapport adalah whole
which function as a whole by vertue of the interdependence of its parts.
Menurut R.L Ackoff, sistem sebagai entity conceptual or physical, which concists
of interdependent parts.
Terkadang suatu sistem diartikan sebagai “stelsel”
(Belanda), yaitu suatu keseluruhan yang terangkai. Disamping itu, Thomas
Ford Hault menjelaskan bahwa sistem diartikan sebagai:[25]
“Any set of interrelated elements which, as they
work and change together, may be regarded as a single entity…”
Suatu sistem dapat pula disebut sebagai “a
structured whole”, yang biasanya mempermasalahkan:
- the
elements of the system;
- the
division of the system;
- the
consistency of the system;
- the
completeness of the system;
- the
fundamental concepts of the system.
Jadi, menurut Soerjono Soekanto, bahwa suatu
sistem merupakan keseluruhan terangkai, yang mencakup unsur, bagian,
konsistensi, kelengkapan dan konsepsi atau pengertian dasarnya.
Menurut Lili Rasjidi, ciri suatu sistem
adalah:
- Suatu
kompleksitas elemen yang terbentuk dalam satu kesatuan interaksi (proses)
- Masing-masing
elemen terikat dalam satu kesatuan hubungan yang satu sama lain saling
bergantung (interdependence of its parts)
- Kesatuan
elemen yang kompleks itu membentuk satu kesatuan yang lebih besar, yang
meliputi keseluruhan elemen pembentuknya itu (the whole is more than
the sum of its parts)
- Keseluruhan
itu menentukan ciri dari setiap bagian pembentuknya (the whole determines
the nature of its parts)
- Bagian
dari keseluruhan itu tidak dapat dipahami jika ia dipisahkan, atau
dipahami secara terpisah dari keseluruhan itu (the parts cannot be
understood if considered in isolation from the whole)
- Bagian-bagian
itu bergerak secara dinamis, secara mandiri atau secara keseluruhan dalam
keseluruhan (sistem) itu.
Sedangkan pengertian dari Sistem Peradilan Pidana,
memiliki makna yang sangat luas dan hasil dari interpretasi atas sudut pandang
yang berbeda-beda dari masing-masing pengusungnya.
Menurut Larry J. Siegel dan Joseph J. Senna,
memandang Sistem Peradilan pidana sebagai berikut:
“Criminal justice may be viewed or defined as the
system of law enforcement, adjudication, and correction that is directly
involved in the apprehension, prosecution, and control of those charged with
criminal offenses.”
(Terjemahan: Sistem Peradilan Pidana
dapat dilihat atau dimaknai sebagai suatu sistem penegakan hukum, sistem proses
peradilan, dan sistem pemasyarakatan yang terlibat secara langsung dalam
penangkapan, penuntutan dan pengawasan terhadap mereka yang dituduh melakukan
tindak pidana)
Menurut Jeremy Travis, bahwa Sistem Peradilan
Pidana digambarkan dalam grafik yang terkenal, menyerupai corong, dengan jumlah
kejahatan yang dilakukan di sisi kiri, operasi Polisi, Jaksa, dan pengadilan di
tengah, dan penjara serta lembaga masyarakat di sisi kanan. Ini penggambaran
dari sistem peradilan pidana yang mungkin telah mengklarifikasi hubungan kerja
badan-badan tersebut. Ini penggambaran dari sistem peradilan pidana mungkin
telah mengklarifikasi hubungan kerja badan-badan tersebut, tetapi menciptakan
masalah baru: “kasus” telah menjadi unit kami analisis. Kami memusatkan
perhatian kita pada kasus-kasus yang bergerak ke jalur perakitan dari sistem
peradilan, dari kotak keluar dari satu lembaga ke kotak masuk lain. Selama 20
tahun terakhir, metafora lain telah muncul, salah satu yang berdiri kontras
dengan citra jalur perakitan. Dalam metafora ini, lembaga sistem peradilan
diorganisir sekitar masalah, bukan kasus. Daripada jalur perakitan, pendekatan
ini membayangkan meja kolaboratif di mana aset berbagai instansi dikerahkan
untuk mengatasi masalah mendasar, bukan hanya untuk menentukan hasil dalam
penuntutan pidana.
Menurut Mardjono Reksodiputro, bahwa Sistem
Peradilan Pidana adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi
masalah kejahatan. Menanggulangi berarti disini usaha untuk mengendalikan
kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi masyarakat.
Menurut Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan
Pidana dapat dilihat dari berbagai sudut pendekatan, yaitu antara lain:
- Pendekatan
normatif yang memandang keempat aparatur (kepolisian kejaksaan,
pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan) sebagai institusi pelaksana
peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga keempat aparatur
tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem penegakan
hukum semata-mata;
- Pendekatan
manajemen atau administratif yang memandang keempat aparatur penegak hukum
(kepolisian kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan) sebagai
suatu organisasi manajemen yang memiliki mekanisme kerja, baik hubungan
yang bersifat horisontal maupun yang bersifat vertikal sesuai dengan
struktur organisasi yang berlaku dalam organisasi tersebut. Sistem yang
digunakan adalah sistem administrasi; dan
- Pendekatan
sosial yang memandang keempat aparatur penegak hukum (kepolisian
kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan) merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari suatu sistem sosial sehingga masyarakat secara
keseluruhan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan atau
ketidakberhasilan dari keempat aparatur penegak hukum tersebut dalam
melaksanakan tugasnya. Sistem yang dipergunakan adalah sistem sosial.
Ketiga bentuk pendekatan tersebut sekalipun berbeda,
tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bahkan lebih jauh ketiga
pendekatan tersebut saling mempengaruhi dalam menentukan tolak ukur
keberhasilan dalam menanggulangi kejahatan.
Sedangkan menurut Remington dan Ohlin,
bahwa yang dimaksud dengan criminal justice system adalah:[32]
“Sebagai pendekatan sistem terhadap mekanisme
administrasi peradilan pidana sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi
antara peraturan perundang-undangan, praktik administrasi dan sikap atau
tingkah laku sosial.”
Suatu pendefinisian yang sedikit berbeda diberikan
oleh Barda Nawawi Arief, dimana beliau menjelaskan bahwa Sistem
Peradilan Pidana (SPP) pada hakikatnya identik dengan Sistem Penegakan Hukum
Pidana (SPHP). Sistem penegakan hukum pada dasarnya merupakan sistem
kekuasaan/kewenangan menegakan hukum. Kekuasaan/kewenangan menegakan hukum ini
dapat diidentikan pula dengan istilah “kekuasaan kehakiman”. Oleh karena itu,
Sistem Peradilan Pidana atau Sistem Penegakan Hukum Pidana (SPHP) hakikatnya
juga identik dengan Sistem Kekuasaan Kehakiman di bidang Hukum Pidana
(SKK-HP).
Muladi pula mengutip pendapat dari Hulsman, yang
menjelaskan pengertian dari criminal justice system, yaitu sebagai
berikut:
“The criminal justice system, then, is a system
which offers from most other social systems because it produces “unwelfare” on
a large scale. Its immediate output may be: improsonment, stigmatization,
disposession and in many countries, even today, death and torture.”
Menurut Larry J. Siegel criminal justice system
bahwa:
“Perkumpulan lembaga-lembaga (kepolisian, pengadilan,
lembaga pemasyarakatan, dll) yang terorganisir secara fleksibel yang dibebankan
untuk melindungi masyarakat, menjaga ketertiban, menegakkan hukum,
mengidentifikasi melampaui batas, membawa bersalah ke pengadilan dan mengobati
perilaku kriminal.”
Sarjana lain yang menjelaskan istilah criminal
justice system adalah Chamelin, Fox dan Whisenand,
bahwa:
“Suatu sistem dan masyarakat dalam proses menentukan
konsep sistem merupakan aparatur peradilan pidana yang diikat bersama dalam
hubungan sub-sistem polisi, pengadilan dan lembaga penjara.”
Hagan membedakan pengertian antara “criminal justice
process” dan “criminal justice system”. Criminal justice process
adalah setiap tahap dari suatu putusan yang menghadapkan seorang tersangka ke
dalam proses yang membawanya kepada penentuan pidana baginya. Sedangkan criminal
justice system adalah interkoneksi antara keputusan dari setiap institusi
yang terlibat dalam proses peradilan pidana.
Perbedaan pandangan terhadap istilah criminal
justice system oleh para ahli hukum tersebut di atas bukanlah menunjukan
adanya ketidakseragaman. Namun perbedaan tersebut muncul dikarenakan adanya
perbedaan sudut pandang dalam menterjemahkan suatu istilah.
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh LJ. Van
Apeldorn, yang menjelaskan tentang perbedaan-perbedaan dalam melakukan
pendefinisian, yaitu:
“Hampir semua ahli hukum yang memberikan definisi
tentang hukum, memberikannya berlainan. Ini setidak-tidaknya untuk sebagian,
dapat diterangkan oleh banyaknya segi dan bentuk, serta kebesaran hukum. Hukum
banyak seginya dan demikian luasnya, sehingga tidak mungkin orang menyatukannya
dalam satu rumus secara memuaskan.”
Sehingga dari beberapa pengertian tersebut sebenarnya
dapat diketahui dasar pemikiran yang melandasi pendapat mereka, yaitu sebagai
berikut:
- Mardjono
Reksodiputro
memandang Sistem Peradilan Pidana dari sudut pandang Kriminologi, hal
tersebut didasarkan pada pandangan Beliau yang menitikberatkan kepada
penanggulangan dan pengendalian suatu kejahatan;
- Larry
J. Siegel dan Joseph
J. Senna memandang criminal justice system dari sudut
pandang keterpaduan suatu sistem dari komponen-komponen yang ada
berdasarkan tugas dan kewenangannya;
- Jeremy
Travis,
memandang criminal justice system berdasarkan hubungan kerja
badan-badan atau institusi yang terkait dalam menentukan penjatuhan
pidana. Pandangan tersebut lebih mengarahkan kita kepada ranah Hukum
Administrasi Negara;
- Demikian
pula Remington dan Ohlin, yang memberikan pengertian selain
dari sudut pandang administrasi namun juga dikaitkan dengan ilmu sosial
yang membahas perilaku sosial, baik para aparat penegak hukum maupun
masyarakat;
- Selain
itu, Hagan pula memandang criminal justice system dari sudut
pandang Hukum Administrasi Negara yang memfokuskan pendapatnya kepada
interkoneksi antara lembaga penegak hukum;
- Sedangkan
Barda Nawawi Arief, memandang Sistem Peradilan Pidana dari sudut
pandang kekuasaan kehakiman yang masuk ke dalam pengaturan dari amanah
konstitusi, sehingga menurut Beliau, permasalahan Sistem Peradilan Pidana
justru berasal dari bidang Hukum Tata Negara;
- Adapun Chamelin,
Fox dan Whisenand memandang criminal justice system
dari sudut pandang keterpaduan antara Hukum Administrasi Negara dengan
sistem kemasyarakatan;
- Tidak
berbeda dengan sebahagian besar lainnya, Romli Atmasasmita
menjelaskan Sistem Peradilan Pidana dari sudut pandang interkonseksi dan
interrealasi institusi orgaan pemerintahan, dimana yang pada intinya masih
masuk dalam ranah Hukum Administrasi Negara.
Dari pandangan-pandangan tersebut diatas, menunjukan
bahwa permasalahan Sistem Peradilan Pidana atau criminal justice system
pada dasarnya merupakan kajian akademis di luar bidang Hukum Pidana itu
sendiri. Artinya, Hukum Pidana dalam membentuk Sistem Peradilan Pidana tidak
dapat melepaskan diri dari masukan ilmu hukum bidang lain, yaitu Hukum
Administrasi Negara, Hukum Tata Negara dan Ilmu Sosial lainnya. Walaupun
demikian, para ahli hukum pidana, pada kenyataannya membatasi diri untuk tidak
terlalu jauh mendalami bidang hukum lain selain hukum pidana. Nampaknya bidang
Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara dan Ilmu Sosial digunakan sebagai
ilmu jembatan untuk menjelaskan dan memecahkan permasalahan yang muncul dalam
proses peradilan pidana saat ini.
Terkait dengan terjadinya stagnasi atas Sistem
Peradilan Pidana secara konvensional, saat ini, para ahli hukum memunculkan
istilah baru yaitu Sistem Peradilan Pidana Terpadu (integrated criminal
justice system). Terkait dengan isti tersebut, maka Muladi mencoba
memberikan pandangannya terkait dengan penggunaan istilah Sistem Peradilan
Pidana Terpadu (integrated criminal justice system), dimana Beliau
menegaskan bahwa:
“Kata integrated sangat menarik perhatian
bilamana dikaitkan dengan istilah system dalam criminal justice
system. Hal ini disebabkan karena dalam istilah system seharusnya
sudah terkandung keterpaduan (integration and coordination), disamping
karakteristik yang lain seperti adanya tujuan-tujuan yang jelas dari sistem,
proses: input-throughput-output and feedback, sistem kontrol yang
efektif, negative-antropy dan sebagainya.”
Muladi mencoba menjelaskan lebih detail bahwa penyebutan
istilah tersebut seharusnya diarahkan untuk lebih menekankan, agar supaya
integrasi dan koordinasi lebih diperhatikan, sebab fragmentasi dalam sistem
peradilan pidana nampaknya merupakan distrubing issue di pelbagai
negara. Lebih jauh
Muladi menegaskan bahwa makna integrated criminal
justice system adalah sinkronisasi atau keserempakan dan keselarasan, yang
dapat dibedakan dalam:
- Sinkronisasi
Struktural (structural synchronization)
- Sinkronisasi
Substansial (substantial synchronization)
- Sinkronisasi
Kultural (cultural synchronization)
Di Afrika Selatan pada bulan November 19998, mulai
memperkenalkan wacana integrated justice system (IJS), yang bertujuan
mereformasi criminal justice system menjadi lebih modern, effisien,
effektif dan sistem yang terintegral.
page 1......
0 komentar:
Posting Komentar