Rabu, 12 November 2014

politik dalam birokrasi

Dimensi Internal-Formal

Dimensi Internal-Formal kegiatan politik dalam birokrasi negara misalnya hubungan antar individu di dalam birokrasi ataupun antara birokrasi tersebut dengan kolega birokrasinya. Misalnya, kepolisian nasional suatu negara menghendaki lintas komunikasi yang positif antara pimpinan tertinggi dengan jajaran di bawahnya. Fenomena kontemporer semisal konflik di tubuh Kepolisian Republik Indonesia membuktikan tidak terbangunnya koordinasi komprehensif antara pimpinan-bawahan. Buruknya hubungan tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi kinerja birokrasi kepolisian, khususnya dalam hal pemrosesan informasi dan lalu-lintas wewenang di dalam organisasi.

Selain itu, negara memiliki birokrasi yang bervariasi. Tercapainya tujuan negara, salah satunya ditentukan baik dan koordinatifnya hubungan antar birokrasi. Misalnya, kasus Buruh Migran Indonesia di luar negeri menampakkan koordinasi kerja yang kurang koordinatif antara Departemen Tenaga Kerja, Departemen Luar Negeri, dan Kedutaan Besar Indonesia di negara luar. Departemen Tenaga Kerja bertugas melakukan pemastian legalitas pekerjaan seorang Indonesia yang hendak berangkat ke negara asing. Departemen Luar Negeri menjamin legalitas lalu-lintas seorang pegawai ke luar negeri dan menjalin kerja sama dengan negara luar guna melindungi tenaga kerja Indonesia. Sementara itu, kedutaan besar melakukan pemantauan sehari-hari atas nasib orang-orang Indonesia di wilayah kewenangannya. Ketidakpaduan kerja ketiga Departemen tersebut membuat lambat, tidak efektif, dan terabaikannya nasib orang-orang Indonesia di luar negeri.

Dimensi Internal-Informal

Kendati sifatnya informal, lobi memainkan peranan khusus dalam advokasi suatu kebijakan oleh birokrasi negara. Misalnya, dalam kasus penggusuran atau pengalihan lahan rumah dan pasar-pasar tradisional. Dalam kasus tersebut, birokrasi negara (misalnya walikota atau gubernur) tidak dalam sekadar melakukan koordinasi dengan jajaran resmi pemerintah semisal Polisi Pamong Praja. Kasus tersebut menghendaki pendekatan atau lobbi khusus terhadap subyek penggusuran atau pengalihan lahan.

Maraknya kasus konflik diametral antara warga tergusur dengan aparat pemerintah merupakan dampak dari lemahnya lobi yang dilakukan jajaran birokrasi negara terhadap mereka. Kendati bukan merupakan struktur politik formal, para warga dan tokoh-tokohnya merupakan warganegara yang harus dihormati hak-haknya untuk hidup dan memiliki tempat tinggal. Mereka bukan sekadar obyek mati yang dapat dipindahkan tanpa semangat negosiasi. Dalam kasus ini, pihak pemerintah daerah memiliki masalah resmi yaitu menciptakan tata ruang kota yang nyaman dan indah untuk ditinggali. Sebab itu, mereka harus mendekati (melobi) subyek warganegara yang menjadi sasaran dari proyek tersebut, kendati mereka adalah aktor informal suatu kebijakan.

Contoh lain dari internal-lobbi adalah kepentingan Departemen Hukum dan HAM, Departemen Dalam Negeri, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan pengelolaan yang efektif dan efisien atas partai-partai politik di Indonesia. Salah satu kesulitan dari Indonesia adalah banyaknya partai-partai politik dengan perolehan suara yang kurang signifikan sehingga memperberat beban keuangan negara dan meningginya distrust publik atas partai politik. Ketiga birokrasi negara tersebut patut melakukan langkah-langkah komprehensif dan koordinatif dengan tokoh-tokoh partai politik guna membendung arus pendaftaran partai-partai peserta Pemilu baru yang cenderung membengkak di masa-masa menjelang Pemilu.

Eksternal-Formal

Salah satu hal yang sulit disediakan sendiri oleh birokrasi negara adalah budget (anggaran). Anggaran suatu departemen diperoleh dari kas negara dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Misalnya, kebijakan alokasi 20% APBN untuk pendidikan nasional merupakan berkah bagi Departemen Pendidikan Nasional sekaligus musibah bagi departemen-departemen lainnya yang juga amat membutuhkan anggaran dari kas negara demi operasionalisasi tujuan-tujuannya.

Kesepakatan budgeting bagi satu birokrasi negara murni merupakan kesepakatan formal antar birokrasi negara dengan Presiden selakukan regulatornya. Ini akibat penambahan budget bagi satu birokrasi dapat saja berarti pengurangan bagi birokrasi lainnya. Sebab itu kesepakatan formal antar pimpinan birokrasi (menteri atau eselon 1) merupakan syarat formal alokasi anggaran suatu negara. Tanpa kesepatakan tersebut, dapat dimungkinkan suatu kondisi hubungan tidak harmonis antarbirokrasi negara.

Eksternal-Informal

Selain mengandalkan pada kas negara, birokrasi-birokrasi negara juga kerap mengandalkan sumber daya yang bersifat informal. Sumber daya ini berasal dari klien kebijakan mereka (clientele support). Dapat dicontohkah, pasca Krisis Ekonomi 1997 dan tatkala melakukan pemulihan ekonomi nasional, karena keterbatasan dana yang dimiliki, pemerintah c.q. Departemen Keuangan mengeluarkan kebijakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Kendati masih memiliki andil pembiayaan awal lembaga tersebut, sebagian besar dana LPS berasal dari iuran Bank-bank yang menjadi anggota LPS. Bank-bank rela mengeluarkan dana bagi LPS karena diyakini akan membuat nasabah dan calon nasabah percaya untuk menyimpan uang di bank-bank milik mereka.


Lewat iuran LPS, pemerintah c.q. Departemen Keuangan saling berbagi beban dengan bank-bank swasta nasional dalam mengatasi kemungkinan kredit macet dan krisis moneter. Langkah serupa juga umum dilakukan Departemen Pendidikan Nasional dalam proyek-proyek bantuan yang mereka kerjakan. Dalam suatu proyek bantuan bernilai Rp.200.000.000 misalnya, pemerintah memberi kewajiban subyek yang dibantu menyediakan dana sharing untuk menambah kebutuhan sehubungan proyek tersebut. Misalnya, dalam proyek peralatan otomotif, pemerintah menghendaki total biaya yang mereka keluarkan Rp.200.000.000 digunakan sepenuhnya untuk membeli mesin bubut dan mobil bekas. Sementara lembaga pendidikan yang dibantu harus menyediakan dana sendiri baik untuk listrik, tenaga penjaga, montir, atau sarana untuk menyimpan peralatan. Ini guna menjamin barang yang dibeli dari dana bantuan digunakan secara efektif di samping meringankan beban pemerintah jikalau harus menyertakan dana lagi untuk memasang arus listrik dan sarana lain yang dibutuhkan sehubungan dengan bantuan termaksud. 

0 komentar: