Sejarah Ilmu Sosial
Ilmu berkembang dengan pesat seiring dengan penambahan
jumlah cabang-cabangnya. Hasrat untuk menspesialisasikan diri pada satu bidang
telaah yang memungkinkan analisis yang makin cermat dan seksama menyebabkan
objek forma dari disiplin keilmuan menjadi kian terbatas.

Ilmu-ilmu alam pada
akhirnya terbagi dalam dua kelompok yakni ilmu alam (the physical sciences) dan
ilmu hayat (the biological sciences). Ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang
membentuk alam semesta yang kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari
massa dan energi), kimia (mempelajari substansi zat), astronomi (mempelajari
benda-benda langit, dan ilmu bumi yang mempelajari bumi). Tiap-tiap
cabang-cabang pun mencipta ranting-ranting baru seperti fisika berkembang
menjadi mekanika, hidrodinamika, bunyi, cahaya, panas, kelistrikan dan
magnetisme, fisika nuklir dan kimia fisik (ilmu-ilmu murni) dan lain-lain.
Sementara ilmu ilmu sosial adalah sekelompok disiplin
keilmuan yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan
lingkungan sosialnya.
Disiplin keilmuan yang tergolong dalam ilmu sosial telah
mempelajari hakekat masyarakat dengan perspektif berbeda-beda. Karena itu
terdapat keanekaragaman dalam melihat dan mempelajarinya.
Atas dasar itulah, sebagaimana ilmu alam, ilmu sosial juga
memiliki cabang-cabang ilmu lainnya diantaranya antropologi (mempelajari
manusia dalam perspektif waktu dan tempat), psikologi (mempelajari proses
mental dan kelakuan manusia) ekonomi (mempelajari manusia dalam memenuhi
kebutuhan kehidupannya lewat proses pertukaran), sosiologi (mempelajari
struktur organisasi sosial manusia) dan ilmu politik (mempelajari sistem dan
proses dalam kehidupan manusia berpemerintahan dan bernegara).
Tentu, cabang-cabang ilmu sosial tersebut muncul
akibat adanya masalah sosial. Masalah
sosial selalu ada kaitannya yang dekat dengan nilai-nilai moral dan
pranata-pranata sosial.
Ketika kita membicarakan ilmu sosial maka kita tidak bisa
lepas dari filsafat sosial. Filsafat sosial merupakan cabang dari filsafat yang
mempelajari persoalan sosial kemasyarakatan secara kritis, radikal dan
komprehensif. Sejak Plato, dan Aristoteles kajian terhadap persoalan-persoalan
kemasyarakatan sudah menjadi objek penelitian tersendiri. Menurut Plato dan
Aristoteles, susunan masyarakat mencerminkan susunan kosmos yang abadi, manusia
berkewajiban untuk menyesuaikan diri dengan susunan itu dan mentaati demi
keselamatannya, kalau tidak, ia menghancurkan dirinya. Pada abad pertengahan
masyarakat Eropa masih memperlihatkan pada pola dasar yang sama, hanya sekedar
mengoreksi terhadap paham Plato dan Aristoteles. Paham tentang otonomi kosmos
diganti dengan paham heteronominya, yaitu kepercayaan bahwa kosmos tidak
berdiri sendiri, tetapi bergantung pada Kemaha Kuasaan Tuhan, ketertiban kosmos
adalah suatu ketertiban yang telah diciptakan.
Di tandai dengan zaman renaissance, pola pikir masyarakat
Eropa juga lambat laun mulai berubah. Manusia pada saat itu sekuat tenaga
berusaha mencari alternatif baru, agar dapat keluar dari kungkungan absolutisme
gereja, dan sejak itulah peranan manusia menjadi besar, manusia menyadari hanya
merekalah yang dapat mengatur diri mereka sendiri bukan Tuhannya Gereja.
Revolusi Prancis membawa pengaruh signifikan di dunia barat.
Setidaknya kejadian tersebut telah
meruntuhkan susunan masyarakat feodal dan mengawali proses demokratisasi.
Tentunya hal tersebut dianggap sebagai sebuah kejutan. Tidak pernah sebelumnya
orang membayangkan bahwa suatu orde sosial yang disangka tidak tergoyahkan dan
selamanya terbekati oleh kehendak Tuhan, telah dirombak dan diganti oleh
pikiran usaha manusia sendiri. Gagasan-gagasan barupun tumbuh pada keyakinan
bahwa manusia bebas untuk mengatur dunianya. Dengan demikian struktur sosial
yang berabad-abad tidak dipermasahkan, tiba-tiba menjadi masalah. Dari sinilah
ilmu-ilmu sosial mulai timbul ( sosiologi ).
Namun pada awal-awal abad itu, sosiologi sebagai
disiplin ilmu sosial tidak serta merta berjalan dengan mulus, bahkan ilmuan
sosial terpecah dalam dua aliran. Pertama, aliran konservatif, yang
menginginkan kembali ke masa feodal, yaitu zaman hegemoni agama, dimana agama
merupakan kekuatan yang mengintegrasikan masyarakat. Kedua, aliran progresif,
aliran ini meski juga menyesal atas perpecahan dan anarki pada masa itu, tetapi
tidak bersedia kembali ke zaman feodal, salah satu tokohnya adalah Auguste
Comte
0 komentar:
Posting Komentar