hello sahabat. kali ini saya akan memposting lagi artikel yang berjudul RELEVANSI PENEGAKAN HUKUM DENGAN KEADILAN YANG DI CITA-CITAKAN. berbicara tentang keadilan sepertinya sudah tidak asing lagi di masyarakat, sebab keadilan saat ini sulit di Wujudkan oleh Para Penegak Hukum,
Relevansi Penegakan Hukum
dengan Keadilan yang Dicita-Citakan Masyarakat
Jika kita amati potret penegakan hukum di Indonesia
saat ini belumlah berjalan dengan baik, bahkan bisa dikatakan buruk. Lemahnya
penegakan hukum di Indonesia saat ini dapat tercermin dari berbagai
penyelesaian kasus besar yang belum tuntas salah satunya praktek korupsi yang
menggurita, namun ironisnya para pelakunya sangat sedikit yang terjerat oleh
hukum. Kenyataan tersebut justru berbanding terbalik dengan
beberapa kasus yang melibatkan rakyat kecil, dalam hal ini aparat penegakkan
hukum cepat tanggap, karena sebagaimana kita ketahui yang terlibat kasus
korupsi merupakan kalangan berdasi alias para pejabat dan orang-orang berduit
yang memiliki kekuatan (power) untuk
menginterfensi efektifitas dari penegakan hukum itu sendiri.
Realita penegakan hukum yang demikian sudah pasti akan
menciderai hati rakyat kecil yang akan berujung pada ketidakpercayaan
masyarakat pada hukum, khususnya aparat penegak hukum itu sendiri. Sebagaimana sama-sama kita ketahui para pencari
keadilan yang note bene adalah masyarakat kecil sering dibuat frustasi
oleh para penegak hukum yang nyatanya lebih memihak pada golongan berduit.
Sehingga orang sering menggambarkan kalau hukum Indonesia seperti jaring
laba-laba yang hanya mampu menangkap hewan-hewan kecil, namun tidak mampu
menahan hewan besar tetapi hewan besar tersebutlah yang mungkin menghancurkan
seluruh jaring laba-laba.
Problematika penegakan hukum yang mengandung unsur
ketidakadilan tersebut mengakibatkan adanya isu mafia peradilan, keadilan dapat
dibeli, munculnya bahasa-bahasa yang sarkastis dengan plesetan HAKIM (Hubungi
Aku Kalau Ingin Menang), KUHAP diplesetkan sebagai Kurang Uang Hukuman Penjara,
tidaklah muncul begitu saja. Kesemuanya ini merupakan “produk sampingan” dari
bekerjanya lembaga-lembaga hukum itu sendiri. Ungkap-ungkapan ini merupakan
reaksi dari rasa keadilan masyarakat yang terkoyak karena bekerja lembaga-lembaga
hukum yang tidak profesional maupun putusan hakim/putusan pengadilan yang
semata-mata hanya berlandaskan pada aspek yuridis. Berlakunya hukum di
tengah-tengah masyarakat, mengemban tujuan untuk mewujudkan keadilan, kepastian
hukum dan kemanfaatan dan pemberdayaan sosial bagi masyarakatnya.
Untuk menuju pada cita-cita pengadilan sebagai
pengayoman masyarakat, maka pengadilan harus senantiasa mengedapankan tiga
tujuan hukum di atas dalam setiap putusan yang dibuatnya. Hal ini sejalan
dengan apa yang menjadi dasar berpijaknya hukum yaitu “hukum untuk
kesejahteraan masyarakat”. Dengan demikian, pada akhirnya tidak hanya dikatakan
sebagai Law and Order (Hukum dan Ketertiban) tetapi telah berubah
menjadi Law, Order dan Justice (Hukum, Ketertiban, dan
Ketentraman). Adanya dimensi keadilan dan ketentraman yang merupakan
manifestasi bekerjanya lembaga pengadilan, akan semakin mendekatkan cita-cita
pengadilan sebagai pengayom masyarakat.
Penegakan hukum yang carut-marut, kacau, dan
mengesampingkan keadilan tersebut bisa saja diminimalisir kalau seandainya
hukum dikembalikan kepada fungsi aslinya, yaitu untuk untuk menciptakan
keadilan, ketertiban serta kenyaman. Selain itu
sebagaimana menurut Soerjono Soekanto, hukum dapat berfungsi dengan baik
diperlukan keserasian dan hubungan antara empat faktor, yakni:
1. Hukum dan peraturan
itu sendiri.
Kemungkinannya adalah bahwa terjadi
ketidak cocokan dalam peraturan perundang-undangan mengenai bidang-bidang
kehidupan tertentu. Kemungkinan lainnya adalah ketidakcocokan antara peraturan
perundang-undangan dengan hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan. Kadangkala
ketidakserasian antara hukum tertulis dengan hukum kebiasaan, dan seterusnya.
2. Mentalitas Petugas
yang menegakkan hukum.
Penegak hukum antara lain mencakup
hakim, polisi, jaksa, pembela, petugas pemasyarakatan, dan seterusnya. Apabila
peraturan perundang-undangan sudah baik, akan tetapi jika mental penegak hukum
kurang baik, maka akan terjadi pada sistem penegakkan hukum.
3. Fasilitas yang
diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum.
Kalau peraturan perundang-undangan sudah
baik dan juga mentalitas penegaknya baik, akan tetapi fasilitas kurang memadai,
maka penegakkan hukum tidak akan berjalan dengan semestinya.
4. Kesadaran dan kepatuhan
hukum dari para warga masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar