Kamis, 06 November 2014

Pengaturan pihak ketiga yang berkepentingan dalam kuhap

Salam terhangat buat anda semua, saya akan memposting lagi artikel tentang PENGATURAN PIHAK KETIGA YANG BERKEPENTINGAN DALAM KUHAP, silahkan ke TKP .........
PENGATURAN PIHAK KETIGA YANG BERKEPENTINGAN DALAM KUHAP.
Pada dasarnya, istilah pihak ketiga yang berkepentingan ini diatur secara tegas dalam ketentuan Pasal 80 KUHAP yang menerangkan bahwa permintaan untuk melakukan pemeriksaan mengenai sah atau tidak sahnya penghentian penyidikan (SP3) atau penghentian penuntutan (SKPP) dapat diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar permintaan tersebut. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan terdapat dua hal pokok yang menjadi dasar alasan bagi pihak ketiga yang berkepentingan untuk dapat mengajukan upaya praperadilan, yaitu adanya tindakan penghentian penyidikan oleh pihak penyidik atau adanya tindakan penghentian penuntutan oleh pihak penuntut umum.
Penghentian penyidikan merupakan suatu tindakan dari penyidik untuk tidak melanjutkan proses pemeriksaan atas suatu perkara tindak pidana yang sedang ditanganinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut pasal 109 ayat (2) KUHAP juncto Buku Petunjuk Pelaksanaan Proses Penyidikan Tindak Pidana Kepolisian RI telah dijelaskan bahwa proses penyidikan atas suatu perkara pidana dapat dihentikan dengan didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut :
·         Tidak terdapatnya bukti yang cukup ;
·         Peristiwa yang dilakukan penyidikan tersebut bukan merupakan tindak pidana ;
·         Penyidikan dihentikan demi hukum dengan alasan sebagai berikut : 1. Tersangka meninggal dunia ; 2.      Tuntutan tindak pidana telah kadaluarsa ;3.      Pengaduan dicabut bagi delik aduan ;4.      Tindak pidana tersebut telah memperoleh putusan hakim yang berkekuatan hukum  yang tetap dan pasti.
Dalam hal penyidik telah menghentikan penyidikan maka berdasarkan ketentuan Pasal 109 ayat (2) KUHAP maka penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa pasal tersebut memberikan jaminan kepastian hukum bagi tersangka.
Penghentian penuntutan adalah suatu tindakan dari penuntut umum untuk tidak melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan dengan didasarkan pada alasan-alasan yang sah untuk itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut Pasal 140 ayat (2) KUHAP dijelaskan bahwa penuntutan terhadap suatu tindak pidana dapat dihentikan dengan didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut :
·         Tidak terdapat cukup bukti ;
·         Peristiwa yang yang dituntut tersebut bukan merupakan tindak pidana ;
·         Perkara ditutup demi hukum, dengan didasarkan pada alasan penuntutan sudah daluarsa, adanya putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap (ne bis in idem) dan tidak adanya pengaduan dalam hal tindak pidana aduan.
Ditinjau dari sudut subyeknya, maka permohonan praperadilan mengenai sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan hanya dapat diajukan oleh pihak-pihak tertentu, yaitu :
·         Penyidik ;
·         Penuntut umum ;
·         Pihak ketiga yang berkepentingan.

Terkait dengan perihal subyek tersebut maka KUHAP hanya memberikan definisi yang jelas dan tegas tentang siapa yang dimaksud dengan penyidik dan penuntut umum. Namun sebaliknya, walaupun KUHAP hanya memberikan rekognisi mengenai adanya pihak ketiga yang berkepentingan dalam ketentuan Pasal 80, tetapi KUHAP tidak memberikan interpretasi yang jelas mengenai siapa saja yang dapat dikategorikan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Secara logika hukum yang sempit, maka yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan adalah saksi korban tindak pidana atau pelapor. Selain itu, muncul pendapat berbeda yang mengatakan bahwa pengertian pihak ketiga yang berkepentingan tersebut harus diinterpretasikan secara luas. Dengan demikian, tidak hanya terbatas pada saksi korban atau pelapor saja tetapi juga harus mencakup masyarakat luas yang dalam hal ini diwakili oleh Lembaga Swadaya Masyarakat. atau Organisasi Masyarakat lainnya. Perluasan interpretasi tersebut didasarkan pertimbangan bahwa dampak yang muncul dari terjadinya suatu tindak pidana adalah berupa kerugian terhadap kepentingan publik (public interest), baik dalam arti individu sebagai bagian dari komunitas publik atau kelompok masyarakat secara keseluruhan. 

0 komentar: