Interaksi Sosial
Interaksi soial mencoba menggali antara satu individu
kepada individu lainnya, suatu kerangka yang kejujuran dan pilihan adalah menu
utamanya.
Pada interaksi sosial orang
tengah belajar untuk memosisikan diri, mencoba untuk mengenali kehandalan
dirinya, dan juga mencoba mengenali identitas dirinya di mata orang lain.
Ahli semacam G.H. Mead telah
memberikan semacam kuliah hebat kepada dunia penelitian sosial mengenai
temperamen manusia, mengatasi kebohongan, mencoba mengenali pola kejujuran, dan
bahkan mencoba mengenali bakat, serta pengetahuan baru dengan jalan memahami
interaksi sosial antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan
kelompok dengan kelompok yang di namakan dengan interaksionisme simbolik.
Yang tidak atau kurang dari
penelitian Mead atau belakangan Herbert Blummer, adalah sisi deseptis dari
individu dan kelompok. Tentu saja bila interaksi sosial itu mengarah pada sisi
saling membuka diri, saling memberikan banyak hal penuh keterbukaan dan
kejujuran, maka simbol-simbol yang ‘seharusnya’ yang
bermakna denotatif yang bisa terjalin, sehingga muncul pengertian serta saling
memosisikan diri antara satu dengan yang lainnya.
Lalu bagaimana halnya bila
manusia atau individu melakukan negosiasi struktural satu dengan yang lainnya.
Mencoba menuturkan pengalaman yang mendrive orang agar percaya sepenuhnya
meyakini, hingga orang atau suatu kelompok menjadi solid dan terdorong
mendukung gagasan si individu. Itulah yang dinamakan interaksi sosial
berdasarkan mitos simbolik.
Manusia dipersenjatai dengan
bahasa, dan kebanyakan bahasa adalah bersifat konotatif dan mitos, bersifat
makna yang sementara, manusia memainkan mitos-mitos demi keuntungan
ekonomisnya. Dan manusia melakukan itu dengan menggunakan identitas sosialnya,
bukan identitas riilnya, dalam mencapai tujuan itu, yaitu untuk melakukan
interaksi sosial.
Sebelum Interaksi Sosial, Ada
Interaksi Inner Self
Identitas kedua atau yang kenal
sebagai identitas sosial adalah nama, sosok dengan nama yang diberikan oleh
orang banyak, semacam julukan, atau nickname yang diberikan kepada seseorang,
termasuk nama dari orang tua.
Padahal sejatinya, ketika seorang
manusia tumbuh dia tidak lagi mau menjabat sosok yang dikenali orang kepadanya,
dia rebel, dia mencoba berontak lantas mencari tahu siapa dirinya sebenarnya,
siapa namanya yang sebenarnya. Yang tidak perlu bernegosiasi dengan orang.
Proses di bawah ini menggambarkan apa yang tengah terjadi ketika manusia
mendapatkan identitas, bukan dari interaksi sosial, melainkan proses inner
self.
Interaksi sosial dalam konteks
film Matrix. Di dalamnya terdapat tokoh protagonis bernama Neo – yang merupakan nama lain dari nama sosial bernama Mr.
Anderson. Neo adalah nama avatar dari John Anderson. Nama ‘inner self’ seorang John Anderson. Nama Neo, kelak berkenalan dengan
nama Morpheus, atau nama Triniti. Semua adalah nama yang diciptakan oleh
masing-masing karakter dan bermakna pemberontakan satu dengan yang
lainnya.
Mereka memberontak terhadap
struktur sosial yang ada yang lebih mengajukan nama pribadi yang lepas dari
nama penamaan orang tua. Mereka tengah melipatgandakan diri, sebagai buah dari
interaksi sosial. Karena merasa tidak nyaman dengan nama sematan orang tuanya.
Tidak nyaman dan sama sekali tidak dirasakan dan dipikirkan olehnya.
Baginya nama sosial hanyalah
untuk dipakai dalam saluran resmi dan formal. Sementara itu bagi yang ingin
mengenal dekat dirinya, ingin masuk ke dalam hatinya, harus menggunakan nama
inner selfnya. Ya manusia tengah melipatgandakan diri. Melipatgandakan diri
tanpa kehadiran aksi sosial dirinya. Dan itu terbentuk dalam alam kesadaran
ketika melakukan interaksi sosial.
Melalui proses-proses yang
dijelaskan dalam teori-teori Freud sebagai motif pengalihan. Dalam diri manusia
pada akhirnya akan terbentuk proses intrakomunikasi, yang sering disebut
sebagai refleksi. Proses ini juga menjadi bagian dari interaksi sosial.
Interaksi Sosial Bukan Diri
Sosial yang Murni
Mengulang pernyataan di atas.
Jika proses interaksi sosial itu refleksi dijelaskan sebagai perumusan
persepsi, intuisi, sensor inderawi, bahkan sampai kepada isi dari melamun, maka
sebenarnya proses itu ditujukan kepada diri yang lain, dan bukan diri sosial?
Seperti : “Aku takut”, “Mereka tidak suka aku”,
“Apa yang mereka pikirkan? ” Semua kata-kata tersebut kita ucapkan kepada
identitas asli dalam dirinya.
Dalam Communication: The Social
Matrix of Psychiatry, Jurgen Ruesch dan Gregory Bateson menyatakan bahwa
intrapersonal communication tidak lebih sebagai kasus spesial tentang
interpersonal communication, dalam artian "dialog yang mendasari semua
perwacanaan." Artinya secara sederhana saja bahwa proses intra sosial
dalam interaksi sosial mendasari proses intersosial.
Proses inner self mendasari
adanya interaksi sosial. Dan pada interaksi sosial yang akan selalu tampak dari
Anda adalah manusia deceptis, manusia penuh hati-hati dan rasa curiga pada
sesamanya. Namun itu wajar saja, karena selalu ada waktu dalam interaksi sosial
masing-masing pihak akan masuk kepada proses penilaian antara sisi formal
seseorang dengan sisi intimnya.
Sisi formal seseorang yang
ternyata ada seorang pria gagah di satu sisi suaranya berat dan kuat, dan dia
petinju hebat, mantan preman, dan bernama sangat macho. Namun ternyata,
kepribadiannya berubah ketika ia berada di rumah, di lingkungan yang lebih
kecil. Itu merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang dilakukannya, agar
kehidupan sosialnya berjaln seimbang.
Interaksi Sosial Menghasilkan
Habitus
Interaksi sosial sebagaimana yang
tergambarkan dalam wacana Mead tentang interaksi simbolik mendapatkan acuan
pula, dari bidang pemikiran lainnya, semacam strukturalis fungsionalisme,
hingga teori Marx di Eropa. Wacananya bahkan berkembang dari proses individu
kepada proses yang lebih besar lagi, yakni habitus.
Suatu kondisi yang menggambarkan
keadaan individu yang benar-benar sudah menjadi bagian dari proyeksi budayanya
sendiri. Dia tidak asli lagi, semua alam pemikirannya adalah hasil dari
fabrifikasi kultur yang menaunginya dan memang kultur itu sedemikian kuat dan
hebat, habitus adalah masyakarat yang terdidik, namun bukan terdidik secara birokratis
di lembaga pendidikan namun terdidik secara sosial. Habitus lahir dari proses
interaksi sosial.
Perlawanan para habitus ini
muncul ketika suatu kultur birokrasi yang sama sekali berbeda dan buruk di mata
dirinya hendak membawakan semacam pemahaman baru. Pemahaman birokratis vs
pemahaman tradisionalis. Kadang, interaksi sosial juga melahirkan sebuah
pergolakan antara apa yang tengah terjadi di masyarakat dan di dalam diri kita.
Pierre Bourdieu memasarkan
gagasan Marcell Mau: Habitus. Seolah kompromis, habitus atau disposisi mental
sosial dibentuk oleh seseorang di dalam identitas sosialnya untuk bernegosiasi
dengan kondisi obyektif yang terjadi. Dengan kata lain, untuk kegiatan
interaksi sosialnya.
Dalam Habitus, perangai dibentuk
dari pelaziman individu bukan negara. Artinya, proses struktur sosial
sebenarnya terbentuk dari pengalaman pribadi serta interaksi sosial dan bukan
pendidikan lewat kurikulum sekolah, yang membentuk jiwa dan mental anak-anak
adalah guru dan bukan kurikulum.
Guru merupakan gerbang terakhir
dari tradisionalisme manusia. Bagi Habitus, guru adalah sang pemimpin besar,
dan bukan politisi. Masyarakat terdidik sebagai cermin munculnya kelompok
habitus ini tumbuh dari interaksi sosial yang sehat. Mereka saling bicara
bertukar saling membagi pengalaman secara egaliter dalam piranti yang tidak
disensor.
Maka tidak heran Habitus
memberontak terhadap birokrasi yang melupakan sisi sosialis, terhadap interaksi
sosial yang dipaksakan oleh kebutuhan, karena setiap orang berhak memiliki
prinsip nilai atas dasar kebersamaan dan jangan sampai didiktekan oleh negara.
Dari titik ini barulah jelas masa lalu yang ditandai oleh kekuasaan negara
kepada rakyatnya boleh dilupakan.
Tidak heran Bourdieu menjadi
pahlawan publik, dan Perancis. Negara tempatnya bernaung berada dalam bahaya
ledakan sosial setiap saatnya. Tidak ada disiplin, interaksi sosial, dan
humanisme menang terang-terangan. Barangkali habituslah warga negara ideal dan
suportif pada situasi negara yang dipimpin oleh mereka yang bukan penipu dan
senang memaksakan kehendak.
terima kasih ........
0 komentar:
Posting Komentar