Selasa, 18 November 2014

hubungan sosial


Hubungan Sosial


Ilustrasi hubungan sosial
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Untuk itu, sebagai makhluk yang membutuhkan pertolongan orang lain, manusia butuh belajar mengenai hubungan sosial dengan lingkungan di sekitarnya. Kita sebagai manusia harus mengerti bagaimana cara berinteraksi dengan masyarakat sekitar, mengaplikasikan tata krama, hingga cara menyikapi perbedaan pandangan dengan orang lain.
Hal-hal tersebut pada dasarnya bukanlah sebuah masalah besar bagi kita yang telah memiliki naluri untuk melakukan hubungan sosial dengan orang lain. Namun kita tetap harus mengasah kesadaran diri kita masing-masing yang berpotensi lupa pada banyak hal. Ya, hal itu sesuai dengan kaidah “manusia adalah tempatnya alpa dan salah

Hubungan Sosial dengan Teman
Teman adalah sosok yang menjadi pengganti keluarga di saat Anda jauh dari rangkulan keluarga. Mereka menjadi figur yang selalu menemani kita di saat kita lapang maupun di saat kita kesulitan. Mereka adalah figur yang tidak mudah tersinggung apabila kita menghanturkan ribuan canda kepada mereka, meskipun terkadang candaan kita agak melampaui batas.
Namun, di samping semua itu, teman akan datang di saat kita sedang berada di titik lemah. Entah di saat Anda kekurangan uang, di saat Anda dicampakkan kekasih, atau bahkan di saat Anda terjatuh sakit. Teman Anda akan hadir untuk Anda.
Oleh karena jasa teman yang begitu besar, kita harus tahu bagaimana caranya kita berinteraksi dengan mereka secara baik. Membangun hubungan sosial dengan teman dapat diawali dengan memperbanyak komunikasi dengan mereka sebagaimana kita memperbanyak komunikasi dengan anggota keluarga kita.
Bahkan, di dalam permainan The Sims yang begitu terkenal dikatakan bahwa teman sama halnya dengan tanaman. Jika kita tidak menyiraminya maka mereka akan mati. Begitupun teman, hubungan sosial yang selama ini kita coba bangun akan mati secara perlahan-lahan jika kita tidak ‘menyirami’ hubungan itu dengan komunikasi yang baik.
Dari komunikasi yang rutin dengan teman, tidak menutup kemungkinan kita akan menemukan konflik di dalam hubungan pertemanan kita. Sebagai contoh dalam organisasi, teman dapat menjadi lawan besar karena perbedaan prinsip terhadap hal-hal tertentu. Namun, terlepas dari semua itu, kita tidak boleh menjadikan perbedaan tersebut sebagai dinding yang akhirnya memperburuk hubungan sosial kita dengan teman.
Kita harus menyadari bahwa setiap manusia diberikan kelebihan akal oleh Tuhan. Oleh karena kelebihan tersebut, maka wajar jika terjadi perbedaan prinsip dengan teman kita. Hal yang lebih tepat untuk dilakukan adalah dengan mencari jalan tengah dari dua prinsip yang saling berbenturan. Selama hal tersebut bukan surga dan neraka, pasti ada jalan tengah yang dapat diambil sebagai solusi untuk menyelesaikan perbedaan prinsip tersebut dengan teman.
Hal yang terakhir adalah rasa pengertian. Teman yang baik tidak akan ‘memakan’ temannya sendiri. Teman tidak akan mengkhianati hubungan pertemanan yang selama ini telah dijalin. Jika Anda dan teman Anda mencintai satu wanita yang sama, maka teman Anda tidak akan melangkahi Anda.
Justru ia akan memberikan kemudahan bagi Anda untuk mendapatkan hati wanita tersebut. Teman yang pengertian akan memahami bagaimana perasaan Anda, sehingga mereka akan sangat menjaga agar hubungan pertemanan Anda dengannya tidak akan luntur.
Hubungan Sosial dengan Keluarga
Keluarga adalah tempat pertama kita mencurahkan isi hati, tempat pertama kita bersandar, dan tempat pertama kita menangis. Keluarga telah menjadi sebuah organisasi yang menaungi kita sejak kecil. Kita ada dan menjadi dewasa adalah karena jasa keluarga, terutama orangtua. Oleh karenanya, kita tidak boleh melupakan hubungan sosial kita dengan mereka. Sebab mereka telah ada semenjak kita terlahir hingga kita tertidur di liang lahat kelak.
Menjaga hubungan sosial dengan keluarga pada dasarnya adalah hal yang mudah. Namun, bagi anak dengan orangtua, hal tersebut merupakan salah satu yang cukup menantang. Sebab, orangtua dengan anak hidup di zaman dan generasi yang berbeda, sehingga akan timbul pola pikir yang berbeda pula.
Hal ini sering menjadi racun di dalam hubungan antara seorang anak dengan orangtua. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang menjadi musuh dengan orangtuanya karena perbedaan prinsip yang sangat bertolak belakang.
Sebagai anak yang baik, hendaknya kita tetap menghargai prinsip kedua orangtua kita sambil terus melakukan pendekatan secara baik-baik dengan mereka. Kita ambil contoh dalam kasus pernikahan. Banyak orangtua yang menuntut anaknya menikah pada usia 27 tahun dengan syarat memiliki rumah terlebih dahulu berdasarkan pengalaman mereka pada umumnya.
Berbeda dengan prinsip anak yang menginginkan nikah pada usia 23 tahun dengan pertimbangan agama. Kedua prinsip ini jelas berseberangan. Orangtua menghendaki kemapanan, sementara anak menghendaki kemuliaan dunia dan akhirat. Hal seperti ini jangan dijadikan sebagai sesuatu yang memicu perpecahan di dalam keluarga.
Jika kita merasa yakin dengan prinsip kita, maka kita harus melakukan pendekatan secara kreatif dengan salah satu pihak. Kita sampaikan maksud mulia kita tanpa terlihat seperti menghakimi pihak tertentu. Apalagi jika dasar kita adalah agama, tentu orangtua sekeras apapun akan luluh jika cara penyampaian kita lembut dan sesuai dengan kemampuan nalar mereka.

Hubungan Sosial dengan Masyarakat Sekitar
Masyarakat sekitar adalah figur yang menentukan jalan hidup kita juga. Tanpa adanya mereka, maka kita belum tentu menjadi kita yang sekarang. Jika tidak ada tukang sayur, maka para ibu akan kesulitan mencari bahan makanan. Jika tidak ada guru, maka kita akan terlantar dan menjadi sangat bodoh.
Jika tidak ada ulama, maka kita akan bergelimang dalam kemaksiatan. Begitulah seterusnya. Peran masyarakat bukan hanya meramaikan isi bumi, tetapi juga untuk membantu kita dalam proses pendewasaan diri. Maka dari itu, kita harus menghormati mereka dengan cara membangun hubungan sosial yang baik.
Hal pertama yang dapat dilakukan adalah mempertajam hubungan silaturami dengan para tetangga dan masyarakat sekitar walaupun hanya sedikit berbincang. Terkadang beberapa dari kita enggan untuk sekedar mengucapkan salam ketika bertemu dengan tetangga ataupun anggota masyarakat lainnya.
Hal ini akan membangun budaya acuh tak acuh. Jika memang kita termasuk orang yang pendiam, kita tidak perlu ragu untuk tersenyum atau sekedar menyapa mereka dengan sapaan yang baik. Hal kecil seperti itu sudah dapat meningkatkan perasaan positif di dalam hati orang lain.

Dalam hal ini, Nabi Muhammad SAW telah berpesan kepada kita,“ Janganlah kamu memandang remeh bentuk apapun dari kebaikan, meskipun kamu hanya bertemu dengan saudaramu dengan wajah manis.” (HR. Muslim)
Mengapa kita tidak boleh memandang remeh suatu kebaikan? Sebab, pada dasarnya semua kebaikan itu akan memicu hubungan sosial yang positif. Ketika seseorang tersenyum pada Anda, apa yang Anda rasakan? Sebuah hawa positif yang membuat Anda terpacu untuk tersenyum kembali kepadanya.
Hal itu sudah merupakan sebuah contoh bahwa kebaikan sekecil apapun jika dilakukan terus-menerus akan menjadi kebaikan yang besar. Coba kita bayangkan jika seorang ulama berceramah sambil cemberut? Tidak akan nikmat dipandang dan para pendengar akan merasa jenuh berada di dalam majelis tersebut.
Hal penting berikutnya adalah saling mengingatkan. Masyarakat yang lebih heterogen akan memiliki pandangan hidup yang heterogen pula. Dengan begitu, sesekali kita akan menemukan penyimpangan di dalam kegiatan mereka.
Posisi kita sebagai anggota masyarakat tersebut harus sigap dengan hal-hal yang mungkin kurang menyenangkan tersebut. Caranya, tentu kita tidak bisa menggunakan kekerasan sebagai jalan untuk menyelesaikan masalah. Kekerasan justru akan membawa masalah yang lebih besar.
Kita ambil contoh mengenai kasus tetangga yang senang mabuk. Mengingatkan orang seperti ini tidak bisa dengan menggunakan kekerasan, namun harus didekati dengan pendekatan yang dapat diterima olehnya. Diskusikan persoalan dengan anggota masyarakat lain, sehingga usaha saling mengingatkan akan berjalan lebih baik dengan kuantitas orang yang banyak, tanpa mengesampingkan kualitas nasihat tentunya.

Itulah paparan seputar hubungan sosial dengan lingkungan di sekitar kita, baik itu teman, keluarga dan masyarakat sekitar. Semoga informasi ini bisa menjadikan Anda labih bijak dalam menjalani hubungan sosial.

terima kasih......

0 komentar: