Kamis, 13 November 2014

karakter produk hukum

I.                   lanjutan....
Karakter Produk Hukum
Karakter produk hukum sebenarnya dapat dilihat dari berbagai sudut teoretis. Dalam studi tentang hukum banyak identifikasi yang dapat diberikan sebagi sifat atau karakter hukum seperti memaksa, tidak berlaku surut, dan umum. Dalam berbagai studi tentang hukum dikemukakan misalnya, hukum mempunyai sifat umum sehingga peraturan hukum tidak berlaku terhadap suatu peristiwa konkret. Peraturan hukum juga mempunyai sifat abstrak, yakni mengatur hal-hal yang belum terkait dengan kasus-kiasus konkret. Selain itu ada yang mengidentifikasi sifat hukum ke dalam sifat imperatif dan fakultatif.
            Dengan sifat imperatif, peraturan hukum bersifat aprirori harus ditaati, mengikat, dan memaksa. Sedangkan sifat fakultatif, peraturan hukum tidak secara apriori mengikat, melainkan sekadar melengkapi, subsider dan dispositif.
            Studi ini memfokuskan pada sifat atau karakter produk hukum yang secara dikotomis dibedakan atas hukum otonom dan hukum menindas seperti yang dikemukakan oleh Nonet dan Selznick, serta hukum responsif dan hukum ortodoks seperti yang dikemukakan oleh Marryman. Berdasarkan pilihan fokus tersebut maka kerangka teoretis tentang karakter produk hukum berikut ini dikhususkan pada dikotomi antara hukum otonom dan hukum menindas serta hukum responsif dan hukum ortodoks. Kemudian kedua dikotomi tersebut dikelompokkan menjadi satu dikotomi, yaitu hukum responsif/populistik dan hukum ortodoks/konservatif/elistis.
a.      Hukum Otonom dan Hukum Menindas
Masuknya pemerintabh ke dalam pola kekuasaan yang bersifat menindas, melalui hukum, berhubungan erat dengan masalah kemiskinan sumberdaya pada elite pemerintah. Penggunaan kekuasaan yang bersifat menindas, terdapat pada masyarakat yang maish berada pada tahap pembentukan tatanan politik tertentu. Hukum berkaitan erat dengan kekuasaan karena tata hukum senantiasa terikat pada status quo. Tata hukum tidak mungkin ada jika tidak terikat pada suatu tata terntentu yang menyebabkan hukum mengefektifkan kekuasaan. Jika demikian, maka pihak yang berkuasa, dengan baju otoritas, mempunyai kewenangan yang sah menuntut warga negara agar mematuhi kekuasaan yang bertahta. Penggunaan kekuasaan itu bisa melahirkan karakter hukum yang menindas maupun karakter hukum otonom, tergantung pada tahap pembentukan tata politik masyarakat yang bersangkutan.
Masyarakat yang baru dilahirkan harus menunjukkan dan membuktikan bahwa ia bisa menguasai keadaan, menguasai anggota-anggotanya, atau menciptakan ketertiban. Tujuan utama yang harus dicapai oleh suatu masyarakat sebagai komitmen politik adalah ketertiban. Negara baru yang lebih mengutamakan tujuan tentu lebih mengutamakan isi dan substansi di atas prosderu atau cara-cara untuk mencapai susbtansi tersebut. Artinya jika perlu prosedur atau cara-cara hukum bisa didorong ke belakang asalkan substansi tujuan bisa dicapai. Keadaan tersebut akan berubah jika tujuan-tujuan fundamental sedikit demi sedikit telah tercapai, yang pada akhirnya hukum akan terpisan hdari politk menjadi subsistem yang lebih otonom. Cirri menonjol hukum otonom adalah terikatnya masyarakat secara kuat pada prosedur. Elite penguasa tidak lagi leluasa menggunakan kekuasaan karena ada komitmen masyarakat untuk menjalankan kekuasaan sesuai dengan tata cara yang diatur.
b.      Hukum Ortodoks dan Hukum Responsif
Dengan mengacu pada Marryman, Abdul Hakim Garuda Nusantara mengemukakan tiga macam tradisi hukum yang kemudian dikaitkan dengan strattegi pembangunan hukum: Dalam dunia kontemporer terdapat tiga macam tradisi hukum yang utama, yaitu tradisi hukum continental, hukum adat, dan tradisi hukum sosialis. Yang dimaksdukan dengan tradisi hukum ialah:
            “… seperangkat sikap mengenai sifat hukum, peranan hukum dalam masyarakat dan pemerintahan, organisasi-organisasi dan operasionalisasi sistem hukum, dan cara hukum itu dibuat, diterapkan, dipelajari, disempurnakan dan dipikirkan yang semuanya berakar secara mendalam dan dikondisikan oleh sejarah masyarakat.”
Ada dua macam strategi pembangunan hukum yang akhirnya sekaligus berimplikasi pada karakter produk hukumnya, yaitu pembangunan hukum “ortodoks” dan pembangunan hukum “responsif”. Pada strategi pembangunan hukum ortodoks, peranan lembaga-lebaga negara (pemerintah dan parlemen) sangat dominan dalam menentukan arah perkembangan hukum. Sebaliknya pada strategi pembangunan hukum responsif, perarnan besar terletak pada lembaga peradilan yang disertai partisipasi luas kelompok sosial atau individu-individu di dalam masyarakat. Kedua strategi tersebut memberi implikasi berbeda pada produk hukumnya. Strategi pembangunan hukum yang ortodoks bersifat positivis-instrumentalis, yaitu menjadi alas yang ampuh bagi pelaksanaan edeologi dan program negara. Hukum merupakan perwujudan nyata visi sosial pemegang kekuasaan negara. Sedangkan strategi pembangunan hukum resposif, akan menghasilkan hukum yang bersifat responsif terhadap tuntutan-tuntutan berbagai kelompok sosial dan individu dalam masyarakatnya.
Paralel dengan konfigurasi politik yang memilih dua ujung yang dikotomis yakni demokrasi dan otoriter, maka studi ini mengambil dua konsep karakter produk hukum yang juga dikotomis, yaitu responsive/populistik dan ortodoks/konservatif/elistis. Keuda konsep dikotomis ini diambil secara sama dari elemen-elemen substansial tentang hukum menindas dan hukum otonom, seperti dikemukakkan Nonet dan Selznick serta hukum yang responsif dan ortodoks seperti dikemukakan Marryman

0 komentar: