I. lanjutan....
Karakter
Produk Hukum
Karakter
produk hukum sebenarnya dapat dilihat dari berbagai sudut teoretis. Dalam studi
tentang hukum banyak identifikasi yang dapat diberikan sebagi sifat atau
karakter hukum seperti memaksa, tidak berlaku surut, dan umum. Dalam berbagai
studi tentang hukum dikemukakan misalnya, hukum mempunyai sifat umum sehingga
peraturan hukum tidak berlaku terhadap suatu peristiwa konkret. Peraturan hukum
juga mempunyai sifat abstrak, yakni mengatur hal-hal yang belum terkait dengan
kasus-kiasus konkret. Selain itu ada yang mengidentifikasi sifat hukum ke dalam
sifat imperatif dan fakultatif.
Dengan sifat imperatif, peraturan
hukum bersifat aprirori harus ditaati, mengikat, dan memaksa. Sedangkan sifat
fakultatif, peraturan hukum tidak secara apriori mengikat, melainkan sekadar
melengkapi, subsider dan dispositif.
Studi ini memfokuskan pada sifat
atau karakter produk hukum yang secara dikotomis dibedakan atas hukum otonom
dan hukum menindas seperti yang dikemukakan oleh Nonet dan Selznick, serta
hukum responsif dan hukum ortodoks seperti yang dikemukakan oleh Marryman.
Berdasarkan pilihan fokus tersebut maka kerangka teoretis tentang karakter
produk hukum berikut ini dikhususkan pada dikotomi antara hukum otonom dan
hukum menindas serta hukum responsif dan hukum ortodoks. Kemudian kedua dikotomi
tersebut dikelompokkan menjadi satu dikotomi, yaitu hukum responsif/populistik
dan hukum ortodoks/konservatif/elistis.
a.
Hukum
Otonom dan Hukum Menindas
Masuknya
pemerintabh ke dalam pola kekuasaan yang bersifat menindas, melalui hukum,
berhubungan erat dengan masalah kemiskinan sumberdaya pada elite pemerintah.
Penggunaan kekuasaan yang bersifat menindas, terdapat pada masyarakat yang
maish berada pada tahap pembentukan tatanan politik tertentu. Hukum berkaitan
erat dengan kekuasaan karena tata hukum senantiasa terikat pada status quo.
Tata hukum tidak mungkin ada jika tidak terikat pada suatu tata terntentu yang
menyebabkan hukum mengefektifkan kekuasaan. Jika demikian, maka pihak yang
berkuasa, dengan baju otoritas, mempunyai kewenangan yang sah menuntut warga
negara agar mematuhi kekuasaan yang bertahta. Penggunaan kekuasaan itu bisa
melahirkan karakter hukum yang menindas maupun karakter hukum otonom,
tergantung pada tahap pembentukan tata politik masyarakat yang bersangkutan.
Masyarakat
yang baru dilahirkan harus menunjukkan dan membuktikan bahwa ia bisa menguasai
keadaan, menguasai anggota-anggotanya, atau menciptakan ketertiban. Tujuan
utama yang harus dicapai oleh suatu masyarakat sebagai komitmen politik adalah
ketertiban. Negara baru yang lebih mengutamakan tujuan tentu lebih mengutamakan
isi dan substansi di atas prosderu atau cara-cara untuk mencapai susbtansi
tersebut. Artinya jika perlu prosedur atau cara-cara hukum bisa didorong ke
belakang asalkan substansi tujuan bisa dicapai. Keadaan tersebut akan berubah
jika tujuan-tujuan fundamental sedikit demi sedikit telah tercapai, yang pada
akhirnya hukum akan terpisan hdari politk menjadi subsistem yang lebih otonom.
Cirri menonjol hukum otonom adalah terikatnya masyarakat secara kuat pada prosedur.
Elite penguasa tidak lagi leluasa menggunakan kekuasaan karena ada komitmen
masyarakat untuk menjalankan kekuasaan sesuai dengan tata cara yang diatur.
b.
Hukum
Ortodoks dan Hukum Responsif
Dengan
mengacu pada Marryman, Abdul Hakim Garuda Nusantara mengemukakan tiga macam
tradisi hukum yang kemudian dikaitkan dengan strattegi pembangunan hukum: Dalam
dunia kontemporer terdapat tiga macam tradisi hukum yang utama, yaitu tradisi
hukum continental, hukum adat, dan tradisi hukum sosialis. Yang dimaksdukan dengan
tradisi hukum ialah:
“… seperangkat sikap mengenai sifat
hukum, peranan hukum dalam masyarakat dan pemerintahan, organisasi-organisasi
dan operasionalisasi sistem hukum, dan cara hukum itu dibuat, diterapkan,
dipelajari, disempurnakan dan dipikirkan yang semuanya berakar secara mendalam
dan dikondisikan oleh sejarah masyarakat.”
Ada
dua macam strategi pembangunan hukum yang akhirnya sekaligus berimplikasi pada
karakter produk hukumnya, yaitu pembangunan hukum “ortodoks” dan pembangunan
hukum “responsif”. Pada strategi pembangunan hukum ortodoks, peranan
lembaga-lebaga negara (pemerintah dan parlemen) sangat dominan dalam menentukan
arah perkembangan hukum. Sebaliknya pada strategi pembangunan hukum responsif,
perarnan besar terletak pada lembaga peradilan yang disertai partisipasi luas
kelompok sosial atau individu-individu di dalam masyarakat. Kedua strategi
tersebut memberi implikasi berbeda pada produk hukumnya. Strategi pembangunan
hukum yang ortodoks bersifat positivis-instrumentalis, yaitu menjadi alas yang
ampuh bagi pelaksanaan edeologi dan program negara. Hukum merupakan perwujudan
nyata visi sosial pemegang kekuasaan negara. Sedangkan strategi pembangunan
hukum resposif, akan menghasilkan hukum yang bersifat responsif terhadap
tuntutan-tuntutan berbagai kelompok sosial dan individu dalam masyarakatnya.
Paralel dengan
konfigurasi politik yang memilih dua ujung yang dikotomis yakni demokrasi dan
otoriter, maka studi ini mengambil dua konsep karakter produk hukum yang juga
dikotomis, yaitu responsive/populistik dan ortodoks/konservatif/elistis. Keuda
konsep dikotomis ini diambil secara sama dari elemen-elemen substansial tentang
hukum menindas dan hukum otonom, seperti dikemukakkan Nonet dan Selznick serta
hukum yang responsif dan ortodoks seperti dikemukakan Marryman
0 komentar:
Posting Komentar