Fenomena Sosial
Kita tentu sering mendengar
istilah fenomena sosial. Istilah ini digunakan untuk menunjukkan suatu gejala
tidak biasa yang terjadi di tengah masyarakat. Selain itu, fenomena sosial
dalam ilmu sosial juga sering dikaitkan dengan lahirnya sebuah teori sosial.
Teori merupakan kerangka berpikir yang dituangkan secara ilmiah yang
menunjukkan suatu fenomena dan dapat digunakan untuk menunjukkan fenomena
lainnya.
Fenomena sosial lahir dari
perilaku manusia dalam kehidupan sosialnya dan membentuk suatu gejala-gejala
sosial menjadi sebuah fakta atau kondisi tertentu. Pembentukan suatu fenomena
ini membutuhkan waktu serta gejala yang berulang-ulang dan diikuti oleh banyak
orang sehingga menjadi perhatian masyarakat. Manusia sebagai subyek munculnya fenomena
ini merupakan makhluk dengan sifat yang berbeda-beda, tetapi cenderung kepada
hal-hal yang menuju pada suatu kesamaan.
Sifat manusia yang demikian,
menjadikan manusia gemar untuk meniru. Oleh karena itu, ketika suatu gejala
sosial ditiru oleh beberapa kelompok manusia, terjadi berulang-ulang, dan
semakin banyak, maka gejala tersebut akan menjadi suatu fenomena sosial.
Misalnya saja, suatu gejala
sosial tentang kegemaran anak remaja terhadap grup musik Korea yang dikenal
dengan K-Pop. Semakin banyak orang yang meniru untuk menyukai K-Pop dan hal ini
berlangsung dalam kurun waktu tertentu, maka kegemaran remaja terhadap K-Pop
menjadi sebuah fenomena bersifat sosial.
Memandang Geng Motor sebagai
Fenomena Sosial
Akhir-akhir ini, masyarakat
dicemaskan oleh fenomena keberadaan geng motor. Kecemasan ini dipicu oleh
beberapa tindakan pidana yang melibatkan geng motor sebagai pelakunya. Geng
motor merupakan sebutan bagi kelompok pengendara sepeda motor yang dinilai
memiliki tindakan mengganggu keamanan dan ketenteraman masyarakat.
Keberadaan geng motor sebagai
fenomena yang bersifat sosial dapat kita lihat dari banyaknya spanduk atau
media informasi massa yang menyatakan keberatan dan menolak keberadaan geng
motor di suatu lingkungan masyarakat.
Kecemasan dan kekhawatiran
masyarakat terhadap geng motor adalah tindakannya yang anarkis hingga dapat
menghilangkan nyawa orang lain. Kecemasan tersebut membesar ketika beberapa
berita mengenai pembunuhan melibatkan geng motor sebagai pelakunya.
Dalam melakukan aksi kriminalnya,
geng motor kerap menggunakan sepeda motor dan mengambil sepeda motor milik
korbannya. Meski demikian, tindakan geng motor menjadi berbeda dengan
perampokan motor biasa.
Hal ini dikarenakan tindakan
kriminal yang dilakukan geng motor tidak hanya itu. Geng motor kerap
‘berperang’ dengan geng motor lainnya. ‘Perang’ yang mereka lakukan terkadang
didasari oleh hal-hal kecil yang tidak layak untuk menjadi sebuah motif
pembunuhan. Persaingan yang terjadi antaranggota geng motor inilah yang menjadi
titik awal perilaku kriminal yang dilakukan oleh geng motor.
Selain tindak kriminal yang
dilakukan oleh geng motor, hal lain yang menjadi perhatian dalam fenomena ini
adalah anggota geng motor diikuti oleh remaja-remaja usia sekolah. Geng motor
ini biasanya beranggotakan anak-anak usia SMP dan SMA, usia yang seharusnya
digunakan untuk belajar dengan giat dan menggali potensi diri yang positif dan
bermanfaat.
Secara psikologis, anak remaja
usia SMP dan SMA memang usia seorang remaja sedang mencari jati diri, merasakan
dirinya beranjak menuju dewasa, selalu penasaran, dan ingin merasakan berbagai
hal, termasuk hal-hal yang tidak diperbolehkan oleh siapa pun, apalagi
dilakukan pada usia mereka.
Kondisi psikologis anak remaja
yang sedang melakukan pencarian jati diri, menjadikan tindakan-tindakan heroik
yang memiliki kecenderungan melanggar hukum dan memacu adrenalin, sebagai
tindakan yang menarik bagi mereka.
Keinginan untuk dipandang dan
menjadi hebat mendorong mereka untuk mencuri perhatian orang-orang di sekitar mereka.
Sayangnya geng motor merupakan cara yang salah untuk mendapatkan perhatian atau
dipandang hebat. Selain itu, ideologi dan nilai-nilai yang diterapkan geng
motor kepada mereka merupakan nilai-nilai dendam dan kejahatan yang belum mampu
disaring dengan baik oleh anak remaja seusia mereka.
Fenomena sosial terkait dengan
geng motor dapat dihapuskan dengan upaya dan kerja sama yang dilakukan oleh
berbagai pihak. Pihak-pihak yang dimaksud adalah orangtua, sekolah, kepolisian,
dan masyarakat.
Orangtua berperan penting dalam
mendidik pemahaman anak terhadap suatu hal dalam pergaulan mereka dan bekal
pemahaman akan nilai-nilai moral juga agama. Sekolah berperan dalam pendidikan
sekaligus pengawasan pergaulan siswanya selama siswa tersebut berada di luar
pengawasan langsung orang tuanya.
Artinya, sekolah menjadi media
pergaulan seorang anak remaja dengan teman-temannya sehingga sekolah seharusnya
mengetahui betul bentuk pergaulan seperti apa yang menjadi kegiatan mereka.
Selanjutnya adalah peran
kepolisian dan masyarakat. Peran mereka dalam hal ini sama-sama memberikan
pengawasan serta arahan terkait fenomena bersifat sosial yang terjadi di
sekitar mereka. Artinya polisi bertindak sebagai eksekutor terhadap
tindak-tindak pidana yang berpotensi dilakukan oleh geng motor, sedangkan
masyarakat melakukan pengawasan terhadap lingkungan mereka dengan menolak
keberadaan geng motor.
Dengan penolakan masyarakat,
sebuah geng motor tentu tidak akan berani mengganggu lingkungan masyarakat
tersebut karena penolakan tersebut merupakan ancaman bagi keberadaan mereka.
Dengan menjalankan peranannya
masing-masing, upaya yang dilakukan pihak-pihak terkait dalam menghapuskan
keberadaan geng motor tentu tidak akan sia-sia. Keberadaan geng motor merupakan
kemunculan fenomena yang negatif. Oleh karena itu, berbagai upaya untuk
menghentikannya harus dilakukan dengan serius dan fokus.
Dengan menghapuskan keberadaan
geng motor, masa depan generasi muda
akan lebih baik tanpa kekerasan dan juga tindakan kriminal. Para anggota geng
motor yang mayoritas masih berusia remaja ini dapat melakukan kegiatan yang
lebih positif dan kreatif.
Sikap Positif dalam Memandang
Suatu Fenomena Sosial
Fenomena bersifat sosial yang
terjadi di tengah masyarakat sangat beragam. Dari keberagaman fenomena
tersebut, terdapat fenomena yang negatif dan juga positif. Sebagai bagian dari
kehidupan bermasyarakat, kita harus dapat menyikapi suatu fenomena tersebut
dengan sikap positif.
Sikap yang positif ini berlaku
bagi setiap fenomena yang muncul di sekitar kita. Sikap positif bukan berarti
memandang positif setiap fenomena yang terjadi, tetapi menentukan sikap yang
positif bagi suatu fenomena tersebut.
Beberapa fenomena bersifat sosial
yang sedang terjadi di tengah masyarakat saat ini di antaranya adalah korupsi,
kekerasan, kemunculan jejaring sosial, kemunculan K-Pop, kemunculan artis
instan, dan sebagainya.
Dari beberapa fenomena tersebut,
tentu terdapat fenomena yang positif dan juga negatif. Korupsi misalnya,
merupakan fenomena sosial yang negatif, sedangkan kemunculan jejaring sosial
dapat menjadi fenomena yang positif. Untuk memandang fenomena sosial tersebut,
diperlukan sikap-sikap positif yang dapat dilakukan, di antaranya adalah
sebagai berikut.
1. Fenomena Sosial Lahir dari
Kausalitas
Sikap positif dalam memandang
suatu fenomena yang bersifat sosial harus diawali dari melihat sebab dan
kemudian akibatnya. Misalnya, fenomena korupsi yang terjadi di negara ini
disebabkan oleh kekuasaan hukum yang lemah. Kemudian akibat yang ditimbulkan
oleh korupsi adalah kerugian negara yang terhambat dalam melaksanakan
pembangunan.
Setelah melihat sebab dan akibat
dari fenomena korupsi, maka sikap positif yang perlu dilakukan adalah mencari
tahu dan optimis terhadap upaya yang dapat dilakukan untuk menghapuskan korupsi
serta bertekad untuk tidak melakukan tindakan korupsi.
2. Fenomena Sosial yang Negatif
Selalu Membutuhkan Solusi
Fenomena sosial yang negatif
selalu membutuhkan solusi bukan hanya sikap nyinyir terhadap suatu
permasalahan. Misalnya, fenomena kekerasan yang dilakukan suatu agama tertentu
terhadap agama yang lain atau kekerasan dalan satu agama.
Fenomena ini tentu membutuhkan
solusi bukan hanya hujatan terhadap suatu agama. Dengan demikian, sikap positif
yang dapat dilakukan adalah dengan menyumbangkan solusi atau penyelesaian
masalah bagi fenomena tersebut. Caranya dapat dilakukan dengan berbagai macam
bentuk, misalnya menuliskan opini dalam surat kabar mengenai fenomena tersebut
dan solusinya, maupun mengadakan diskusi terbuka.
3. Memberikan Dukungan Terhadap
Fenomena Sosial yang Dipandang Baik
Fenomena kemunculan jejaring
sosial seperti Facebook dan Twitter dapat berdampak positif bagi pemanfaat
teknologi sebagai bisnis, pergaulan, penyebaran informasi, media belajar dan
sebagainya.
Terhadap fenomena seperti ini,
sikap positif yang dapat dilakukan adalah memberikan dukungan terhadap fenomena
tersebut dengan tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat merusak manfaat
dari kemunculan jejaring sosial. Dengan begitu, fenomena yang positif dari
kemunculan jejaring sosial ini dapat berkembnag lebih baik bagi masyarakat.
Dengan bersikap positif terhadap
suatu fenomena sosial, kita dapat lebih bijak dan rasional dalam memandang
suatu gejala sosial. Dengan demikian, sebagai bagian dari masyarakat kita dapat
berpartisipasi aktif untuk melakukan upaya-upaya maksimal menghadapi fenomena
negatif dan ikut mendukung berkembangnya suatu fenomena yang positif.
0 komentar:
Posting Komentar